Rabu, 09 September 2009

Rumah Angker Bag. 2

Jajang, Badri dan Radit berjalan pelan-pelan memasuki rumah angker. Jajang berada di posisi terdepan karena dia yang paling berani dibandingkan kedua kawannya. Sedangkan Radit dan Badri mengikutinya dari belakang dengan gemetar dan mimik ketakutan terpancar di wajah mereka.

Kini mereka telah berada di dalam ruang tamu. Keadaan di ruang tamu ini tidak terlalu gelap karena masih tertolong cahaya lampu jalanan yang masuk ke jendela rumah.

“Jang, sampai di sini saja. Jangan masuk lebih dalam lagi ya? Aku takut sekali. Soalnya di dalam gelap sekali,” ucap Badri setengah berbisik pada Jajang.

“Ahh. Ini sih belum ada apa-apanya, Dri! Kamu penakut sekali,” sindir Radit.

“Aku ini memang penakut. Kamu sendiri? Apa kamu bukannya penakut? Tuh, lihat!” Badri menunjuk kaki Radit yang terlihat gemetar.

“Ssshhh! Sekarang kita ke dalam. Oke?” Jajang mengajak kedua kawannya untuk masuk lebih dalam lagi.

Suasana di bagian dalam sungguh tidak mengenakan. Gelap gulita. Mereka jadi tidak bisa melihat satu sama lainnya. Jajang kemudian menyalakan senter yang sejak tadi dipegangnya. Lampu senter pun menyala. Dengan bantuan lampu senter tersebut, Jajang mencari titik stop kontak untuk menyalakan lampu di ruang tengah.

Klik! Stop kontak lampu telah ditemukan dan lampu ruangan kini menyala. Badri dan Radit bisa melihat satu sama lainnya dengan jelas.

“Wah... kalau lampunya terang begini sih, aku tidak takut,” ujar Badri sedikit lega.

“Nah kita nyalakan semua lampu di sini saja,” usul Radit. Tanpa perlu berpikir lebih lama lagi semua lampu dalam rumah mereka nyalakan.

“Nah, sekarang kita tinggal menunggu saja apa yang akan terjadi selanjutnya,” ujar Jajang tenang.

Sambil menunggu waktu, mereka bertiga ngobrol di sofa yang berada di ruang tengah. Tiba-tiba semilir angin dingin berhembus masuk ke dalam rumah dan langsung mengenai tengkuk mereka. Bulu kuduk mereka seketika meremang dan... sebuah suara yang begitu keras dan nyaring terdengar dari arah teras belakang. GGGGGRRRRRROOOOORRRRAAAARRRRRRRRRR!

Ketiga pasang mata milik tiga sekawan itu terbelalak kaget. Badri dan Radit langsung saling memeluk. Tanpa diduga oleh kedua kawannya, Jajang segera mencari tahu ke teras belakang.

“Ada sesuatu di teras belakang,” bisik Badri ketakutan.

“Pasti mahkluk halus itu sudah mulai menampakkan diri di sana,” balas Radit dengan berbisik pula.

“Ayo kita ikuti si Jajang,” ajak Badri.

“Aku ngeri, Dri! Lebih baik kita tunggu Jajang di sini saja.”

“Solider pada teman dong! Masak Jajang beroperasi sendirian,” desak Badri.

“Oke, deh!” Radit memegang baju Badri dengan kencang.

“Kamu jalan duluan, ya?” tawar Badri.

Radit menggeleng kesal. “Kamu yang ngajak, ya kamu yang duluan,” ujarnya bersungut-sungut.

Dengan langkah hati-hati, Badri dan Radit berjalan menuju teras belakang untuk mencari Jajang.

Tiba-tiba sebuah bayangan hitam disertai sebuah lengkingan nyaring mengerikan datang dari arah belakang. Menyerbu masuk dan menabrak mereka berdua. Spontan keduanya lari ketakutan sambil berteriak-teriak.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar