Senin, 06 Desember 2010

BAGIANKU MANA?






BAGIANKU MANA?




Agung sedang kesal karena malam minggunya kelabu. Lalu kini dia berjalan sendirian di gang yang sepi. Menurut warga, gang ini ada penunggunya. Badannya hitam, besar, berbulu dan juga bertaring.

“Ah, bete! Duit kosong, pacar pergi. Terus sekarang gue terpaksa lewat gang angker. Apes bener! Hiii….” Agung bergidik ketakutan.

Lalu tanpa diduga-duga, perhatiannya tertuju pada sebuah dompet yang tergeletak di depannya

“Cihuy! Nemu dompet, nih?”

Agung segera mengambil dompet tersebut dan mencoba mengintipnya.

“Wuih, uangnya bisa buat dugem, nih!”

“Uangnya banyak ya, Mas!”

“Iya!”

“Boleh minta bagianku, Mas?”

“Haa, Siapa elo? Enak saja minta-minta bagian.”

“Jelas ada,” kata sebuah suara serak yang sedang berdiri di belakang Agung.

Dan sosok hitam besar berbulu serta bertaring itu kini tengah berdiri di belakang Agung seraya menadahkan telapak tangannya.


DOKTER GIGIKU DAN OBAMA

“Kak, hari ini aku akan ke Puskesmas,” kata Dita seraya mengambil tas tangannya.

“Kamu sakit?”

“Enggak! Aku hanya akan menambal gigiku yang bolong. Sejak semalam mulai terasa ngilu. Daripada gigiku semakin sakit, lebih baik segera saja ditambal.”

Sejam kemudian Dita pulang dari Puskesmas dengan tampangnya yang kusut.

“Aku kesal!” gerutunya sambil melempar tas tangannya ke arah sofa.

“Loh, pulang-pulang kok langsung manyun? Kesal sama siapa?”

“Sama Obama!”

“Kok bisa?”

“Gimana aku enggak kesal? Aku sudah menunggu Dokter Gigi di sana selama lebih dari setengah jam. Eh, ternyata Dokter Giginya enggak bisa datang.”

“Lalu hubungannya dengan Obama?”

“Ya, itu dia! Rumah Dokter Giginya ada di daerah Halim. Daerah itu terpaksa ditutup karena Obama akan datang ke Jakarta hari ini. Jadi Dokternya enggak bisa lewat, Kak!”

PERTAMAX DAN GEROBAK

“Bu, bu! Ada berita baru di koran!”

“Berita apa?”

“Menurut berita, kendaraan beroda empat sekarang diharuskan memakai bensin Pertamax.”

“Lalu kenapa? Memangnya berita itu berpengaruh juga pada kita?”

“Ya iyalah, Bu! Wong, bensin Pertamax itu harganya lebih mahal dari Premium. Bayangkan berapa rupiah yang harus kita keluarkan untuk membeli bahan bakar tersebut perharinya? Kocek kita tidak akan sanggup untuk membelinya, Bu.”

“Buat Ibu, bensin yang harganya mahal itu tidak jadi masalah, Pak. Yang jadi masalah itu…, buat apa kita membeli bensin Pertamax? Kita ini tidak punya kendaraan roda empat. Lagipula selama ini Bapak kemana-mana juga hanya memakai gerobak.”

“Loh? Gerobak itu juga kendaraan beroda empat, Bu?”

“Iya, tetapi mana ada gerobak sampah yang memakai Pertamax? Kalau berkhayal mbok ya jangan kebangetan toh, Pak!”

Rabu, 10 November 2010

REVIEW BUKU ' MENGEJAR MALAM PERTAMA By WENDA KOIMAN"


Gila... ini buku gokil banget isinya...
Masa... soal perjuangan malam pertama aja kudu dibahas? Ciee cieee... so lugu amat sih? Padahal sih penasaran juga. Qeqeqeq...:P

Bener deh, tadinya sih enggak mau baca buku ini. Namanya juga cewe, masa mau baca beginian? Ceritanya sok Jaim. Tapi karena penasaran, buku ini akhirnya di beli and di baca pula. Hahaha...

Eh, setelah baca buku ini... hampir setiap menit daku cengar-cengir sendirian. Soalnya kocak sih. Masa untuk dapetin malam pertama aja susahnya minta ampun.

Memang sih ada beberapa cerita yang kesannya mengada-ada seperti diseruduk Domba hanya untuk mengambil air liur sang Domba tersebut. Soalnya, itu air liur katanya mujarab untuk itu-tu.... hehehe... (tau sendiri kan?)

Terus karena bete, jadi ngupil saat ngaduk sayur lodeh. Karena keasyikan ngupil, gak taunya tuh upil nyemplung ke sayur lodehnya. Heh?!? Jijaayyyy bangettt gak sih? Wakakakak.... :D

Nah, kira-kira bisa enggak ya si Doni (tokoh utama) yang punya pikiran mesum ini mendapatkan malam pertamanya?

Jangan lewatkan deh buku yang satu ini. Asli! Bikin ngakak abis.

REVIEW BUKU "JODOH TERAKHIR by NETTY VIRGIANTINI"

Ternyata melajang sampai usia kepala empat itu enggak gampang. Paling tidak harus bisa nahan emosi kalau udah denger bunyi kasak kusuk di belakang. Seperti dapat sebutan Perawan Tua lah, enggak laku lah, lalu bikin aib keluarga lah. HAAA...?!? Masa sih?

Inilah yang dialami oleh Neyna, gadis lajang berusia kepala empat. Dan kali ini di usianya yang sudah mengkhawatirkan itu, Neyna terpaksa harus menuruti kemauan orangtuanya untuk dijodohkan dengan seorang lelaki misterius. Karena jika perjodohan ini tidak diterimanya, resiko terbesar yang harus diterima Neyna adalah harus angkat kaki dari rumah orangtuanya dan rela tidak dianggap anak lagi oleh mereka.

Sebenarnya Neyna percaya jodoh itu ada di tangan Tuhan, tapi dia kembali berpikir. Mungkin orangtuanya hanya bermaksud baik terhadap masa depannya. Tapi kira-kira siapa sih laki-laki misterius yang telah berani melamar dirinya pada Bapak? Mungkinkah Neyna mengenalnya?

Fiuhh... membaca buku ini seperti membayangkan diriku yang masih menjomblo dulu. Kepikiran juga sih kalau enggak ketemu Jodoh, mungkin aku akan bernasib seperti Neyna dan akan dengan pasrah menerima calon yang disodorkan.

Tetapi Neyna? Dia enggak mudah pasrah and nyerah begitu saja dengan kemauan orang tuanya. Sebisa mungkin Neyna harus menggagalkan perjodohan ini seperti yang sudah pernah dia lakukan sebelumnya terhadap calon-calon pelamar yang lain.

Dengan gaya bahasa yang unik dan simple (bahkan terkesan komedi) ini, Mba Netty membuat kisah ini menjadi lebih menarik. Beberapa petuah-petuah yang ada di sana malah bikin aku manggut-manggut loh!

Buku ini cocok banget buat bacaan dikala hati sedang suntuk (apalagi kalau yang lagi pusing mikirin jodoh ^_^) karena dapat menghibur dan membuat urat syaraf yang tegang menjadi lebih rileks... hehehe...

Segera terbit buku "Hapuslah Airmatamu"

Segera terbit buku "Hapuslah Airmatamu" yang khusus hasil penjualannya di sumbangkan kepada para Korban Bencana Alam yang terjadi di Indonesia

KALA KESEDIHAN BERTUBI-TUBI MENYERGAP
KALA KESENDIRIAN MENJADI BAGIAN DARI DIRI

Ucapkan dalam dirimu
La tahzan....
...Jangan bersedih....
"HAPUSLAH AIR MATAMU!"

SEGERA TERBIT!
Kumpulan kisah2 hikmah yang akan memperkaya batin, memberi ruh pada nurani. Anda bukan hanya akan membaca karya2 yang membuat air mata mendesak keluar, tapi membeli buku ini berarti ANDA IKUT MENYUMBANG UNTUK KORBAN BENCANA. 100% Royalti untuk kemanusiaan..

Team Penulis :
Cipta Arief Wibawa
Ida Fitrie D.
Monica Anggen
Naqiyyah Syam
Amanda Ratih P.
Dewi Irianti
Dwi Ella
Binta El Mamba
Mukhanif Yasin Yusuf
Evatya Luna
Murti Yuliastuti
Armi S. Leanis
Anne Adzkia
Qadriea
Sutono Adiwerna
Shabrina WS
Ami Susiani
Ratna Dwi Kumalasari
Raviq Mujahid
Miyosi A.
Amerul Rizki
Sofi Bramasta
Dian Onasis
Syaiful S.T.
Awy' A. Qolawun
Puspita Ayuningtyas
Dito Anurogo
Nyeruput Qohwah
Qonita Musa
Akhi Dirman Al Amin

COMING SOON!

Rabu, 25 Agustus 2010

Check This Out , Prends! Buku LOVELY RAMADHAN telah terbit!!!


Hallo prend... :)

Bulan Ramadhan ini Indie Publishing ngeluarin buku baru yang bertemakan Ramadhan loh!
Judulnya "LOVELY RAMADHAN" .

Buku LOVELY RAMADHAN  ini memuat karya-karya beberapa penulis termasuk aku (hehehe...) yang jumlahnya ada 61 orang. Wuih hebat enggak tuh. Bayangin 61 penulis menuangkan kisah-kisah mereka dalam 1 buku? Dan yang lebih menarik lagi kisah-kisah yang mereka tulis itu True Story bangeetttt!!!

True Story about Ramadhan, geetooo loh!!!

Bagi yang ingin mengetahui seperti apakah kisah-kisah mereka, jangan sampai ketinggalan deh untuk membeli bukunya. Kebetulan buku ini hanya bisa diperoleh secara online dan belum ada di toko buku manapun.

Adapun detail spesifikasi buku LOVELY RAMADHAN ini, antara lain :

  • Ukuran: 14  x 21 cm
  • Tebal: 320 hlm
  • Isi: book paper bw
  • Cover: art cartoon 210 gr, laminating glossy, bindding, wrapping
  • Harga Buku Rp. 35.000,-


Nah... tunggu apa lagi? Cepetan beli buku ini sebelum kehabisan....
Tuliskan nama dan alamatmu (jika memang ingin membeli buku ini) melalui emailku di faridha.f.subarna@gmail.com  

Jadi DON'T MISS IT !!!
Pastikan Ramadhanmu kali ini bertambah ceria dengan kehadiran buku ini.

Selasa, 20 Juli 2010

SALAHKAN AKU

Dia membuatku terpukau
Dia membuatku silau
Dia juga telah membuatku risau
Ini salah...
Seharusnya dia tidak datang padaku
Karena aku telah memiliki seseorang

Aku bergelut dengan kebimbangan
Aku bergelut dengan keresahan
Aku bergelut dengan kegelisahan
Ini salah...
Tak seharusnya aku begini

Aku telah menduakan kekasihku
Aku yang salah...
Aku telah mencari hati yang lain
Aku yang salah...
Aku telah mengecewakanmu

Maafkanlah aku...
Karena aku telah serakah...

Aku yang tak rela kehilangan keduanya
Dan...
Aku juga yang tak bisa mengakuinya
Kejujuran ini pada kalian

RESENSI NOVEL RINDU by Sefryana Khairil


Category:Books
Genre: Romance
Author:Sefryana Khairil Bariah
Sesuatu yang telah pergi terkadang membuat hidup sesorang menjadi hampa. Dunia pun serasa runtuh dan meninggalkan kita dalam kesendirian dan kesunyian. Termasuk tokoh Zahra dalam buku ini. Sahra yang telah kehilangan Daffa, putra pertamanya dalam sebuah kecelakaan merasa enggan menatap masa depannya dan selalu bergelut dan tenggelam dengan masa lalunya yang bahagia bersama Daffa. Rasa bersalahnya atas kematian Daffa membuatnya semakin terpuruk dalam jurang kepedihan.

Sementara itu suaminya, Krisna sebenarnya juga keadaannya tidak jauh berbeda dengan keadaan Zahra. Tapi karena Krisna sebagai kepala keluarga, dia harus lebih kuat dari Zahra dalam menghadapi kemelut ini. Sebisa mungkin dia justru harus membantu Zahra untuk bangkit dari kepedihannya yang berlarut-larut atas kehilangan Daffa dan mulai menghilangkan bayang-bayang Daffa dari pikirannya.

Tapi kenyataannya, perasaan Krisna tidak sekuat yang dia duga. Sebenarnya dia pun ingin diperhatikan lagi oleh Zahra. Dia ingin Zahra kembali ceria seperti dulu dan menjadi istrinya yang hangat dan mampu membuat hidupnya menjadi lebih baik. Semuanya diutarakan pada Zahra, tapi Zahra justru salah paham mengartikan keinginannya. Hal ini justru malah memperkeruh suasana rumah tangga mereka.

Ditambah lagi dengan kedatangan Ibu Krisna dan Ana kakaknya Krisna. Semula Ibu banyak menuntut dari Zahra dan Zahra merasa Ibu mertuanya ini tidak menyukainya. Sedangkan Ana, iparnya selalu mencoba menghiburnya dan membesarkan hatinya agar tidak merasa kesal akan ulah Ibu mertuanya. Zahra pun mencoba mengerti hal ini.

Sementara itu Krisna semakin menyalahkan sikap Zahra yang tidak pernah mau mengerti keadaannya. Krisna semakin sibuk dengan kegiatannya di kantor. Dia pun enggan menjawab telepon Zahra yang sangat mengkhawatirkan keadaannya.Krisna Zahra semakin tidak mengerti keinginan suaminya ini. Dia juga merasa bingung, mengapa Krisna selalu menyalahkannya. Zahra berusaha mencari tahu jawabannya, tapi dia tidak pernah menemukannya. Dan Krisna pun mulai mengambil keputusan yang aneh. Dia menginginkan sebuah perpisahan.

Sebuah perpisahan mungkin dianggapnya sebagai sebuah jalan terbaik untuk kebahagian mereka berdua. Tapi melakukan sebuah perpisahan juga bukanlah hal yang mudah. Kenyataannya, setelah mereka berpisah justru malah semakin menambah masalah. Mengalami sebuah perpisahan justru membuat Krisna dan Zahra semakin menderita. Karena sebenarnya mereka masih saling membutuhkan dan masih saling mencintai.

Memang, bila kita kehilangan seseorang yang amat kita sayangi terutama buah hati kita, sudah pasti sebagai seorang Ibu akan merasa sangat kehilangan. Apalagi selama ini dia telah mengandungnya selama 9 bulan, dan mengasuhnya hingga tumbuh menjadi anak yang lucu dan cerdas. Hati Ibu mana yang tidak akan menjerit bila buah hatinya terenggut dari tangannya, begitu pula yang dialami oleh Zahra. Namun kesedihan yang di derita ini hendaknya tidak perlu berlarut-larut, karena masih ada seseorang lagi yang merasa ingin diperhatikan dan ingin memperhatikan, yaitu sang suami. Suami pun pasti akan turut merasakan kehilangan akan putra kesayangan mereka walau dia tidak pernah mengandung anaknya. Namun jiwa seorang Ayah yang bertanggung jawab atas tumbuh kembang anaknya inilah yang membuatnya merasa sayang dan merasa kehilangan pula.

Sampai di sini Sefryana benar-benar telah menguras habis airmataku dalam membaca lembar-demi lembar buku ini. Sebenarnya aku enggak sanggup untuk meneruskan membuka lembaran berikutnya buku ini. Aku enggak sanggup melihat kepedihan yang terlalu dalam dan luka hati yang ada dalam cerita ini, tapi Sefryana ternyata mampu membuatku penasaran pula dengan kelanjutan isi cerita ini. Aku walaupun takut tapi mencoba memberanikan diri lagi untuk membuka lembaran-lembaran selanjutnya dari buku ini udan mencoba mencari tahu bagaimana Sefryana mampu menyelesaikan kemelut rumah tangga Krisna dan Zahra yang.

Walau masih bercucuran air mata sepanjang ratusan lembar halaman buku ini, tapi aku justru menemukan sebuah kenyataan dalam buku ini. Ternyata dalam sebuah rumah tangga memang diperlukan sebuah keterbukaan dan kejujuran agar salah paham tidak terjadi. Lalu rasa cinta dan rasa saling memiliki justru memang diperlukan dalam membina sebuah rumah tangga dan inilah yang membuat sebuah rumah tangga menjadi kuat dan mampu menghalau segala badai yang datang menerpa rumah tangga Zahra dan Krisna.

Jika saja aku mengalami hal yang pernah dialami oleh Zahra, kurasa aku tidak akan bisa sekuat dirinya dalam menahan derita kehilangan seorang putra yang sangat disayangi. Dan sosok Krisna sebagai seorang suami yang berusaha setegar Gajah Mada memang patut di acungi jempol. Namun setegar-tegarnya seorang laki-laki dalam menghadapi sebuah masalah, lam-lama pun dia akan merasa lelah juga. Aku juga tidak bisa menyalahkan perasaan Zahra maupun Krisna. Karena walau bagaimanapun setiap manusia memiliki sebuah kelemahan dan tidak ada yang sempurna. Tapi mereka sebagai suami istri mampu menghadapi kemelut yang mereka hadapi dengan berlandaskan cinta yang mereka miliki serta sebuah keterbukaan.

Walaupun membaca buku Rindu ini membuatku mewek hingga akhir cerita, tapi aku salut pada Sefryana yang mampu membuat cerita ini mengalir alami seperti air dan mampu menggugah pembacanya seakan turut menjadi bagian dari cerita ini dan menyelesaikan cerita ini dengan ending yang mengharu biru. Sukses untuk Sefryana.

Kamis, 08 Juli 2010

3 Hari Bersama Adikku Lolos Seleksi Anak Kos Dodol Bareng konco


Wuaduuuhhhh...
Bener2 enggak nyangka kalau tulisanku bisa lolos seleksi dan masuk ke dalam 10 besar cerita nominasi terbaik untuk buku Anak Kos Dodol Bareng Konco.
Padahal sih tadinya udah hopeless banget.
Apalagi yang masuk ke meja penerbit sampai 150 naskah.

Lalu tiba-tiba bagai di sambar geledek, setelah aku baca woro2 di note Mba Dedew....
Naskahku "3 Hari Bersama Adikku" lolos n masuk di 50 besar.
Sampai pada tahap ini aja udah bikin copot jantung.
Setengah mampus hihihi... aku jingkrak-jingkrakan hanya karena dapat nominasi di sini... :P
Tapi aku juga sempet pesimis karena melihat kandidat yang lain judulnya keren-keren banget,
apalagi mereka memang pengalaman ngekos sendiri.
Laaa akuu??>
Aku enggak pernah ngekos... tapi ngikut nginep di tempat anak kos... hehehe...
Makanya pengalamanku di tempat anak kos inilah yang bikinku semangat untuk
diajukan ke penerbit setelah dapat info dari Mba Dedew sang empunya Anak Kos Dodol.

Dan tahap terakhir katanya pengumuman akan diadakan pada tgl 01 Juli ternyata mulur.
Kupikir ini pasti di pending sampai menunggu kedatangan Mba Dedew dari Umrohnya.
Daaannnn... ternyata benar!!!
Pengumuman itu akhirnya muncul juga....
Mataku membelalak segede bola tenis melihat nama yang tercantum di 10 nominasi cerita terbaik.
Aku menangis terharu...
Seorang pemula sepertiku yang enggak pernah membayangkan dapat membuat cerita dalam satu buku bersama orang tenar (hehehe...) ternyata bisa mewujudkannya juga... hik 3x
Berita ini justru kuterima saat aku sedang bed rest total karena terserang Types.
Rasanya seperti menerima anugrah yang tiada terkira deh... :)

Rencana buku ini terbit tanggal 30 Juli 2010
Buat penggemar Anak Kos Dodol, nantikan kedatangan buku ini ya? hehehe
And di borong deh sebanyak-banyaknya....

Enggak lupa Aku ucapkan terima kasih pula untuk Mba Dewi Dedew Rieka dan juga Penerbit Gradien Mediatama yang telah mempercayai tulisanku ini.
God Bless U All...
I Lup U Pull....

^_^

Selasa, 25 Mei 2010

AT CINEPLEX

AT CINEPLEX



Eskalator mengantarkan Sandy, Nancy dan Joe ke lobby Cineplex. Sore ini mereka ingin nonton film Drag Me To Hell sebuah film yang bertema horor. Sengaja Nancy memilihkan film tersebut.

“Nih, kita nonton film ini saja,” ujar Nancy tadi siang saat melihat sebuah gambar film horor yang tercetak di koran hari ini. “Biar semakin dekat,” katanya lagi sambil terkekeh-kekeh.

Dekat apanya? Sandy merajuk senang.

Hari ini Sandy memang telah berjanji pada Joe untuk makan bersama. Tentunya Sandy tidak lupa mengajak Nancy pula. Setelah makan, mereka pergi ke Cineplex untuk menonton film horor yang judulnya Drag Me To Hell itu.

Di lobby begitu banyak orang lalu-lalang di sana. Muda-mudi yang bergaya trendy. Pasangan kekasih yang mengumbar kemesraan. Pasangan suami-istri dengan anak-anaknya. Semuanya antusias sekali ingin menonton film favorite mereka masing-masing.

Antrian tiket di loket saat itu sudah panjang. Joe segera ikut mengantri tiket dari belakang. Sementara itu Nancy membeli beberapa minuman dan makanan untuk pertunjukan film nanti.

Di dekat loket tiket, terlihat cowok keren mengenakan kemeja kotak-kotak warna biru muda yang dibuka dua kancing atasnya. Memperlihatkan belahan otot dadanya yang menonjol. Celananya blue denim. Penampilannya terlihat sempurna.

Sandy menahan decak kagumnya. Hmm... keren juga tuh cowok. Tipe cowok idaman gue.
Cowok keren itu melihat kedatangan Sandy dan menghampirinya. Sandy agak canggung saat cowok itu semakin mendekatinya dan melambaikan tangannya. Lalu dia tersenyum pada Sandy.

Hah? Dia kenal gue? Siapa ya? Wajahnya kayaknya kok familiar deh. Tapi siapa ya? Sandy mencoba mengingat-ingat cowok itu.

“Hai!” sapanya ramah. “Enggak disangka ya kita bisa bertemu di sini.”

Cowok itu semakin mendekat. Kini dia sudah berada tepat dihadapan Sandy. Sandy memandang wajah cowok itu lekat-lekat. Dia jadi ingat kembali siapa cowok itu.

Oh, iya... dia si lelaki di dalam bis.

“Haa... Steve?” tanyanya bercampur rasa senang.

“Yup! Have you forgotten me?” Steve tertawa.

“Kamu sendirian?”

“Well, actually no! I’m with... a friend,” katanya sedikit lesu.

“Friend? Cowok or cewek nih? Pastinya someone special ya?” ledek Sandy.

“No. She’s just a friend. There’s nothing special between us.” Steve mencoba menjelaskan.

“She? Tuh, benarkan? Dia itu pasti cewek. Enggak usah malulah sama aku,” goda Sandy.

Tiba-tiba dari arah toilet wanita, seorang gadis cantik menghampiri Steve. Gadis itu memakai gaun berwarna hijau lembut dengan motif bunga lily di pinggir roknya. Tas tangannya berwarna senada dengan gaun yang dipakainya. Sepasang sepatu berhak 7 centi menambah serasi penampilannya.

“Honey! Tiketnya sudah kamu beli?” Gadis itu langsung menempel manja pada Steve dan merangkul pinggang Steve dengan mesranya. Seakan-akan dia sedang menunjukkan pada Sandy bahwa Steve ini miliknya. Langkahi dulu mayatnya jika ingin merebut Steve darinya.

Steve sepertinya merasa risih dengan sikap yang dilakukan si gadis.

“Sudah, Vanya,” jawab Steve singkat.

Steve bergeser sedikit dan mencoba melepaskan rangkulan Vanya dari pinggangnya. Tapi tampaknya Vanya tidak mau melepasnya dan dia semakin mempererat rangkulannya. Steve menyerah.

“Siapa dia, honey? A friend of yours?” selidiknya curiga.

“Well, Vanya this is Sandy and Sandy this is Vanya.” Steve memperkenalkan kami berdua.

Sandy mengulurkan tangannya untuk bersalaman dan berusaha tersenyum. Sedangkan Vanya hanya tersenyum sinis dan menolak untuk bersalaman. Terpaksa Sandy hanya bersalaman dengan angin saja dan menyebutkan namanya dengan nada jengkel, “Sandy.”

“Sandy ini mahasiswi tingkat akhir jurusan ekonomi di Universitas...,” ucapan Steve terpotong oleh Vanya.

“Honey, filmnya sudah akan dimulai. Sorry Sandy, kami tinggal ya?” sela Vanya tiba-tiba.

Vanya segera menarik lengan Steve setengah memaksa. Steve menepiskan lengannya dari Vanya. Vanya merengut dan berjalan dengan kesal menuju Studio empat.

“Sandy, aku benar-benar minta maaf. Tadinya aku berharap bisa ngobrol lebih banyak lagi denganmu. Mungkin next time. Oke?”

Steve meminta maaf dengan tulus pada Sandy.

“It’s Ok! You may go now!” balas Sandy.

Steve tersenyum dan berjalan menghampiri Vanya yang sudah tak sabar menunggunya di pintu studio empat.

Lucu juga ya? Kemarin, gue yang bilang next time padanya. Sekarang, giliran dia yang bilang next time ke gue. Mungkin kita memang enggak berjodoh untuk ngobrol lebih lama.

“Siapa tuh cowok keren yang barusan ngobrol sama elo? Ceweknya jutex banget, deh!” Nancy menegur Sandy dari belakang.

“Kenalan baru gue. Namanya Steve.”

“Anak mana?”

“Enggak tahu. Kenalannya aja di bis. So, gue belum sempat nanya-nanya tentang dia tuh.”

“Jadi elo enggak punya nomor ponselnya dong? Padahal dia oke banget loh? Sayang kalau dibuang,” celoteh Nancy tanpa henti.

“Ya, enggak lah! Gue enggak ngurusin begituan, Non! Mau cakep kek, oke kek, sayang dibuang kek, enggak ada urusannya sama gue dong.” Sandy langsung ngeloyor pergi menuju studio tiga.

“Kita tunggu Joe di sana saja, ya?” ajaknya kemudian pada Nancy.

“Eh, ceweknya Steve tajir ya kayaknya? Semua yang dipakai cewek itu sepertinya barang bermerk loh. Soalnya gue pernah lihat semuanya di sebuah butik terkenal. Atau apa dia cuma memakai barang tiruannya aja ya? Soalnya agak mirip-mirip gitu deh,” cerocos Nancy sambil berjalan disamping Sandy.

“Bodo, akh!” Sandy tidak mau menanggapi ocehan Nancy.

Nancy menggerutu sendiri. Joe datang dengan membawa tiga tiket ditangan. Pertunjukan pun dimulai.
Suasana dalam studio hening. Semua mata tertuju pada layar dengan mata terbelalak. Wajah para penonton tampak tegang. Tapi tiba-tiba, mereka tertawa tergelak-gelak. Rupanya film horor yang sedang di tonton itu tidak sepenuhnya menegangkan. Justru malah seperti nonton film komedi saja.

“Filmnya bikin jantung copot! Itu nenek-nenek kuat banget ya? Masa dihajar beberapa kali enggak mati-mati. Mustinya nenek-nenek kan enggak punya tenaga,” celoteh Nancy ditengah-tengah pertunjukkan film.

“Nenek-nenek itu kerasukan demit, kali!” celetuk Sandy.

Joe yang duduk di sebelah kiri Sandy cekikikan. “Itu nenek pasti ikut fitness, makanya kuat.”

Sandy dan Nancy jadi terkikik geli. Penonton yang duduk dibelakang mereka protes, “Ssssh! “

Tidak disengaja tangan Nancy menyenggol gelas fanta yang sedang dipegang Sandy. Fanta merah pun tumpah mengenai baju Sandy.

“Aaahhh...,” seru mereka berdua.

“Duhh... cardigan gue jadi merah deh,” keluh sandy.

“Sorry ya, San! Gue enggak sengaja.”

“Enggak apa-apa. Gue ke toilet dulu deh.” Sandy beranjak dari kursinya dan pergi menuju toilet.

“Dasar, Nancy! Cerobohnya enggak hilang-hilang dari dulu. Cardigan gue jadi korban deh,” gerutu Sandy di toilet sambil membersihkan noda merah di cardigannya. “Untung gue pake kaos lagi didalamnya.”

Setelah dirasa cukup bersih, Sandy memperhatikan cardigan tersebut di cermin. ”Wah, basahnya sampai melebar begini. Ini sih udah kayak habis kehujanan. Coba dikeringin pake pengering tangan aja deh.”

Sepuluh menit kemudian. “Lumayan, kering juga walaupun sedikit lembab. Lebih baik enggak usah gue dipakai deh. Pakai kaos ini juga cukup oke, kok!” ujarnya menghibur diri.

Sandy keluar dari toilet dengan mengikatkan cardigannya di pinggul. Karena tidak melihat ke arah depan, Sandy menabrak seseorang. Dia hampir terjatuh ke belakang, tapi cowok yang ditabraknya tadi segera menahan tubuhnya sehingga tidak jadi menyentuh lantai. Sandy kini berada dalam pelukannya.

“Pertemuan kita selalu seperti ini ya?” Steve terkekeh-kekeh geli sambil tetap memeluk Sandy.

Mata Sandy membuka lebar dan terkejut saat menyadari dirinya telah dipeluk Steve.

“Steve?” serunya takjub.

Wajah Steve begitu dekat dengan wajah Sandy. Wajahnya jadi terlihat tampan sekali dalam jarak sedekat itu dan pelukan Steve yang hangat membuat Sandy semakin terlena.

“Sandy?”

“Hmm...,” Sandy masih terlena memandangi wajah Steve.

“Sampai kapan kamu terus begini?” Steve mengguncang tubuh Sandy dengan halus.

“Oh... eh... maaf,” Sandy tersadar dan menjadi malu sendiri. Sandy melepaskan dirinya dari pelukan Steve.

“Kamu enggak apa-apa kan? Ada yang lecet?” tanya Steve khawatir

“Enggak ada. Maaf ya, Steve. Aku tadi enggak lihat kamu di lorong ini,” sesalnya.

“Jangan begitu, aku juga salah! Aku juga enggak lihat kamu datang dari arah toilet wanita.” Steve menunjuk ke arah toilet wanita.

Sandy masih merasa malu pada Steve. “Oke, aku mau balik ke studio sekarang! Teman-temanku sudah menungguku,” ujarnya seraya hendak pergi meninggalkan Steve.

Steve menahan tangan Sandy. “Tunggu!”

Sandy melihat ke arah lengannya yang sedang dipegang Steve. Sebuah kejutan listrik merambat naik dari tangan Steve lagi menjalari seluruh tubuhnya. Sandy bergidik.

“A... ada apa?” tanyanya gugup menatap mata Steve.

“Kamu kok jadi gugup begitu sih? Nyantai sajalah seperti biasa.”

“Oh. Begitu. Baiklah,” jawab Sandy kaku.

Steve terkikik geli. “Kamu lucu ya?”

“Lucu bagaimana? Apanya yang lucu? Aku ini enggak pandai melucu kok?” Sandy merasa bingung karena dirinya dianggap lucu oleh Steve.

“Hhhmmmpphhh...... ya.” Steve menahan tawanya.

“Tingkah kamu yang membuatmu lucu. Dari tadi sikap kamu seperti orang yang sedang salting, tahu enggak?”

“Masak sih? Aku merasa sikapku biasa-biasa saja.”

“Ini nomor ponselku. Please contact me soon?” Steve memohon. Diberikannya selembar kartu nama berwarna gading pada Sandy.

Sandy mengambil kartu itu dari tangan Steve. Tanpa disangka, Steve menggenggam tangan Sandy yang sedang memegang kartu tersebut.

“Sebenarnya waktu terakhir kita bertemu, aku ingin memberikannya padamu. Tapi tampaknya kamu sedang tergesa-gesa.”

Sandy menarik tangannya sehalus mungkin dari genggaman tangan Steve agar dia tidak merasa tersinggung. “Oke, aku terima! Nanti aku kontak kamu, deh! Now, I must go. See you,” Sandy bergegas pergi meninggalkan Steve yang terpaku di lorong toilet.

Steve memandang Sandy dengan perasaan senang dan lega. “Akhirnya kita bisa bertemu kembali Sandy.”

Di dalam studio tiga, Sandy berusaha berjalan mengendap-endap menuju bangkunya. Nancy tampak kesal karena Sandy terlalu lama ditoilet.

“Lama sekali, sih! Elo ngapain aja di sana? Nabung ya?” Nancy nyerocos seperti seekor burung beo.

“Ini kan gara-gara elo juga, Nan!” balas Sandy.

“Ssshhhh...,” penonton dibelakang menyuruh mereka diam.

“Elo sih! Nanyanya kayak beo!” Sandy menyalahkan Nancy. Dia segera duduk disamping Joe. “Sorry ya, Joe! Aku jadi lama ninggalin kamu, deh.”

“Hmm....” Joe mengangguk. Wajahnya nampak senang dengan kehadiran Sandy kembali di sisinya.

Tanpa malu-malu dia menggenggam tangan Sandy. “Kamu sangat seksi dengan kaos itu, San!” pujinya pada Sandy.

Sandy tersanjung dengan pujian Joe. Kaos ketat tanpa lengan yang dipakainya ini memang membuatnya semakin seksi. Kaos itu jelas sekali memperlihatkan bentuk tubuh Sandy yang sebenarnya. Satu hal lagi yang membuatnya semakin berbunga-bunga adalah genggaman tangan Joe pada dirinya.

“Terima kasih! Aku sebenarnya malu loh pakai kaos ini tanpa cardiganku. Gara-gara Nancy, terpaksa deh aku menahan rasa maluku ini.”

“Aku justru senang jika kamu memakai pakaian-pakaian yang agak seksi. Bentuk tubuhmu indah.” Tiba-tiba sebuah ide bagus muncul dalam pikirannya.”Hei, Bagaimana jika kamu ikut fitness ditempatku bekerja. Aku yang akan melatihmu. Aku yakin, bentuk tubuhmu akan semakin indah nanti dan enggak kalah dengan artis terkenal,” tawar Joe.

“Kalau free aku mau. Soalnya kalau harus ikut fitnes di club kan bayarannya mahal.”

“Hmm, free ya? Bisa saja. Aku akan melatihmu berdua saja di tempatku. Kebetulan aku punya ruang khusus di apartemenku untuk olahraga dan fitness. Kamu mau?” Tangan Joe semakin erat menggenggam tangan Sandy.

Wow, apartemennya? Dia mengundangku ke apartemennya? Berduaan saja? Bersama si ganteng Joe yang macho? Asyik juga tuh! Eit’s... kalau nanti ada apa-apa, bagaimana? Bahaya juga. Karena jika dua orang yang berbeda jenis berada dalam satu ruang, akan muncul orang ketiga yang akan mempengaruhi pikiran mereka. Orang ketiganya itu sudah pasti setan. Hiiii....



“Gimana ya... ??? Nanti aku pikirin lagi deh!” tolak Sandy halus.

“SSSSSHHHHHHH....” kali ini penonton dibelakang semakin sewot. “Kalau mau ngerumpi mendingan diluar saja deh! Disini tempat orang nonton, bukan tempat ngegosip!” bentaknya kesal.

Seketika semua mata dalam studio tertuju ke arah tempat duduk Sandy dengan pandangan tak suka. Sandy mengkerut dan menunduk malu. Nancy pun begitu. Dengan kesal dia menyikut Sandy.

“Elo, sih! Cari masalah aja!” celetuknya kesal dengan suara setengah berbisik.

Joe cengar-cengir sendirian. Pura-pura tidak terpengaruh dengan pandangan orang disekitarnya.

Sabtu, 22 Mei 2010

Jingga

Gadis berusia 17 tahun itu
bernama Jingga
Jingga yang mungil
dan...
Jingga yang bertubuh ringkih

Ada senyum di mata Jingga
Ada kasih di mata Jingga
Jingga selalu bermain dengan matanya
dan ...
Jingga selalu berbicara dengan matanya

Ada sembilu di mata Jingga
Ada air mata mengalir di mata Jingga
Jingga menangis...
Jingga merintih...
dan Jingga menutup mata

Gadis itu Jingga Jingga yang penuh semangat
Jingga yang penuh percaya diri
Kini terbaring kaku
dan...
tak berjiwa

Di mata Jingga masih ada senyum
walau kelopaknya telah menutup
Memancar sebuah kepuasan
atas sebuah kebebasan
dari derita berkepanjangan

Gadis itu Jingga
Kini telah meraih kebebasannya
Tak ada lagi obat yang pahit
Tak ada lagi jarum suntik yang membuat ngilu nadinya
dan...
Tak ada lagi transfusi darah bulanan
Jingga tersenyum puas

Jingga kini...
dapat menyentuh belaian angin
Jingga kini...
dapat meraih awan
Jingga kini...
dapat menggapai nirwana
Jingga kini...
memandang sepi pada jasadnya

Jumat, 07 Mei 2010

Mamat VS Jengkol


Cerpen ini dibuat sudah lama sekali... kira-kira tgl 12 Juni 2009
Cerpen ini pun Terinspirasi dari beberapa pohon jengkol yang ada di belakang kantorku.
Saat itu pohon jengkol itu masih baru berbunga. Tapi ampuuunnn deh...
Padahal baru bunganya aja udah bikin mabok satu kantor selama hampir seminggu lebih.
Enggak kebayang deh setiap tahun aku mengalami musim bau jengkol ini selama lebih dari 5 tahun...
Waaakkkkk... segitu lamanya masih juga teteup mabok jengkol nan harum semerbak... Hahaha

1 lagi... cerpen ini dimuat di majalah Story edisi No. 10 bulan ini... hehehe
Alhamdulilah banget deh... biar cuma cerpen singkat, tapi aku bisa membuktikan kalo aku ini bisa menulis.
SEMANGAT

Ini sekedar cuplikannya kisahnya ya...


MAMAT VS JENGKOL

“Mat, mendingan elo gak usah buka mulut deh sampe jam istirahat nanti,” celetuk mereka seraya menutup hidung saat Mamat asyik berceloteh.
“Hei, masa gue gak boleh ngomong. Kebebasan gue berbicara dimana dong? Kalau begini terus, gue bisa laporkan ke Komnas HAM untuk menuntut hak-hak gue yang terbelenggu dan dibatasi oleh temen-temen sendiri.” Mamat sedikit sewot karena telah diprotes teman satu kelasnya.




Naahhh... mau tahu lanjutannya? baca selengkapnya di Majalah Story edisi No. 10 bulan yang terbit tanggal 25 April ini. Oke???

Jumat, 29 Januari 2010

Naskah gue kok ga da kabar sich?

Udah lama enggak curhat niiiyyy...
Begini... gue lagi punya masalah...
Naskah yang gue kirim, kok enggak ada kabarnya ya?
Hmm... sampai kapan gue musti nungguinnya?
Mungkin sebaiknya gue tunggu sampai batas waktu 3 bulan aja deh!
Kalau udah begitu kirim lagi naskahnya ke tempat lain atau...
buat yang baru lagi dengan versi yang lebih baik!

OK?

YUP!

SEMANGAT!!!!!

^_^ Begitu dong....

SEPEDA IMPIAN BIMBIM



Saat pulang sekolah, Bimbim melihat Didik sedang mengayuh sepeda barunya. Bimbim tertarik sekali dan mendekatinya.

“Sepedamu bagus sekali,” puji Bimbim kagum.

“Ini namanya sepeda balap. Kamu bisa melaju kencang dengan sepeda ini,” jelas Didik bangga.

Bimbim menjadi iri. Dia juga ingin memiliki sepeda balap seperti milik Didik.

“Bu, Bimbim ingin sepeda balap seperti milik Didik,” pinta Bimbim sesampainya di rumah.

“Bimbim, sepedamu kan masih bisa dipakai.” Ibu mengusap dengan lembut kepala Bimbim.

“Sepeda Bimbim sudah berkarat dan jelek, Bu! Lagipula sepeda itu sudah kekecilan. Rasanya sudah tidak enak lagi untuk digunakan.”

Tiba-tiba Ibu memberikan sebuah usul. “Begini saja. Ibu akan membelikanmu sebuah celengan.”

”Ibu, Bimbim mau sepeda, bukannya celengan.” Bimbim protes.

“Bimbim, mungkin celengan yang ibu beri bisa membantumu mendapatkan sepeda balap seperti milik Didik. Celengan ini hanya dapat membantumu, jika kamu rajin menabung. Saat tabungan dalam celengan tersebut sudah terisi penuh, maka kita akan membukanya bersama-sama dan menghitung jumlah uang tabungan yang terkumpul didalamnya. Uang yang terkumpul itu nantinya bisa kamu belikan sepeda balap impianmu.”

“Wah, Bimbim mau, Bu!” seru Bimbim bersemangat.

Sejak itu, setiap hari Bimbim selalu rajin menyisihkan sebagian uang jajannya untuk ditabung dalam celengan yang berbentuk ayam jago. Celengan ayam ini dibelikan Ibu dari pasar. Karena celengan ayam ini terbuat dari keramik, maka Bimbim harus berhati-hati sekali memegangnya agar tidak terjatuh atau tersenggol tangannya sendiri.

Beberapa bulan kemudian, celengan ayam milik Bimbim sudah terisi penuh. Bimbim tidak sabar lagi untuk mengeluarkan isinya dan segera menghitungnya.

PRANGGG!

Sebuah bantingan keras membuat celengan ayam tersebut pecah. Beberapa pecahan celengan serta isinya nampak berserakan di lantai. Bimbim segera menbereskannya dan menghitung jumlah uang yang terkumpul.

“Tiga ratus lima puluh ribu rupiah. Yah, masih kurang,” ujarnya lesu.

Bimbim lalu membayangkan sepeda balap berwarna merah yang dia lihat di toko kemarin. Pada sepeda itu menempel sebuah kertas bertuliskan angka Rp. 500.000 dengan ukuran yang besar dan tebal.

“Uang Bimbim masih kurang seratus lima puluh ribu lagi. Kalau begini sih, Bimbim masih harus menabung lagi,” ujarnya sedih.

Bimbim menjadi murung. Dia tidak bersemangat lagi. Ibu yang melihat Bimbim sedang termenung lalu mencoba mendekatinya.

Ada apa, Bimbim?” tanya Ibu lembut.

“Uang tabungan Bimbim kurang, Bu. Kalau begini, Bimbim belum bisa membeli sepeda balap seperti milik Didik, dong! Apalagi lomba sepeda sehat sebentar lagi akan diadakan di komplek ini. Bimbim ingin ikut lomba itu dengan menggunakan sepeda balap yang baru.”

“Bimbim tidak boleh putus asa dan sedih. Bimbim masih bisa menabung lagi. Yang penting sekarang Bimbim harus sabar dulu. Tidak lama lagi Bimbim pasti sudah bisa membeli sepeda balap,” nasehat Ibu.

“Baik, Bu!” kata Bimbim.

Keesokan harinya, Bimbim bertemu Kakek Amin yang sedang memanggil-manggil kucingnya yang berada di atas pohon. Rupanya kucing Kakek Amin lari ketakutan saat melihat seekor anjing dan langsung naik ke atas pohon. Kucing itu berjalan hilir mudik di sebuah dahan yang tinggi. Dia tidak berani turun. Bimbim pun merasa iba.

“Kakek tunggu saja dibawah, ya? Bimbim akan segera membawa Pussy turun,” janji Bimbim pada Kakek Amin.

Bimbim kemudian memanjat pohon dengan mudahnya. Lalu dia mendekati Pussy yang sedang gelisah dan gemetar karena ketakutan. Bimbim berusaha membujuk kucing itu supaya menjadi tenang. Akhirnya Pussy bisa tenang dan dapat di bawa turun oleh Bimbim.

“Terima kasih. Akhirnya Pussy bisa turun juga,” ujar Kakek Amin senang.

Bimbim tersenyum. Sebelum pergi, Kakek Amin memberikan selembar uang sepuluh ribu kepada Bimbim.

“Kamu telah begitu sabar membujuk Pussy turun dari pohon. Karena itu, Kakek merasa berterima kasih sekali kepadamu. Dan sebagai imbalan karena telah menolong Pussy dan Kakek, terimalah hadiah uang ini. Hanya ini yang Kakek bisa berikan untukmu. ”

Bimbim merasa senang dan mengucapkan terima kasih pada Kakek Amin. Uang itu rencananya akan dia tabung lagi. Dengan demikian kesempatan untuk mendapatkan sepeda balap semakin dekat.

Sore harinya, Tante Bella datang berkunjung ke rumah Bimbim. Tante Bella membawa begitu banyak tas besar. Kelihatannya kedua belah tangannya tidak sanggup mengangkut semua tas-tas itu. Dia nampak repot sekali. Bimbim tersenyum geli melihat Tante Bella yang terlihat kerepotan dengan tas-tas bawaannya.

“Bimbim, jangan tertawa saja. Tolong bantu Tante!” seru Tante Bella.

Bimbim mendekat. “Tas banyak sekali, Tante?”

“Iya. Tas ini berisi pakaian. Pakaian ini akan Tante jual ke toko. Kamu mau menolong Tante, kan?”

Bimbim mengangguk.

“Nah, tolong kamu bawa tas ini dan tas ini ke dalam, ” perintah Tante Bella.

Bimbim menurut. Dia membawa tas-tas tersebut ke dalam rumah. Tas itu begitu berat. Walau demikian, Bimbim tidak berani mengeluh. Tante Bella bisa jadi sangat cerewet jika Bimbim terlalu banyak mengeluh.

“Anak baik!” puji Tante Bella pada Bimbim. “Ini hadiah untukmu.” Tante Bella memberikan sebuah amplop kepada Bimbim.

Bimbim membuka amplop tersebut. Ternyata amplop itu berisi uang lima puluh ribu rupiah. Bimbim kaget.

“Tante sedang dapat untung banyak kali ini. Uang itu harus kamu tabung, ya?”

Bimbim mengangguk. Dia kian bersemangat karena uang tabungannya semakin bertambah. Bimbim lalu menceritakan rasa bahagianya pada Ibu.

“Kalau begitu, besok kita pergi ke toko sepeda. Bagaimana?” tawar Ibu.

“Uang Bimbim kan belum cukup, Bu?”

“Ibu yang akan menambahkan kekurangannya.”

“Benarkah?” Bimbim merasa takjub mendengar perkataan Ibu.

Esok harinya, Bimbim sudah mengayuh sepeda balap barunya di jalanan. Dengan hati riang Bimbim mengayuh sepeda itu. Sepeda impiannya sudah dia dapatkan. Benar kata Ibu, hanya dengan menabung serta bersabar, maka Bimbim bisa mendapatkan sepeda balap yang dia mau.

Akhirnya lomba sepeda sehat dibuka. Bimbim bersama Didik ikut mendaftar.

“Bim, ayo kita bersaing dalam lomba ini dan berusaha memperebutkan posisi juara pertama. Kamu berani?” tantang Didik.

“Ayo! Siapa takut? Aku juga sudah siap.” tantang Bimbim pula.

Semua peserta lomba bersiap-siap di garis start. Lalu terdengar bunyi letupan keras di udara. Lomba pun di mulai. Bimbim bertekad untuk memenangkan lomba ini dengan menggunakan sepeda balap barunya.

Sepeda Bimbim melaju dengan pesat, meninggalkan peserta lainnya satu persatu di belakang. Kini Bimbim berada di urutan paling depan, dan garis finish pun semakin terlihat. Dalam hitungan detik saja, Bimbim telah berhasil melewati garis finish. Lomba balap sepeda sehat kali ini pun dimenangkan oleh Bimbim. Bimbim tersenyum bahagia dan mengelus sepedanya dengan bangga.

AYO MANDI




“Dodi! Ayo mandi nak?” bujuk Ibu.
“Dodi tidak mau mandi. Dodi malas mandi!” seru Dodi.
“Dodi, kalau kamu tidak mandi, seluruh badan kamu bisa gatal-gatal, nak.”
Ibu masih terus membujuk Dodi agar dia mau mandi. Tapi Dodi bersikeras tetap tidak mau mandi.
“Dodi. Kamu ingat kata-kata Ibu Guru di sekolah?” tanya Ibu kemudian.
“Yang mana, Bu?” Dodi balik bertanya.
“Jika kita tidak rajin mandi maka di tubuh kita akan menempel berbagai kuman penyakit. Apa Dodi mau jika kuman-kuman itu menempel di tubuh Dodi?”
“Tidak, Bu,” jawab Dodi segera.
“Oleh karena itu Dodi harus rajin mandi setiap pagi dan sore. Agar tubuh Dodi tetap bersih dari kuman dan juga tubuh Dodi menjadi sehat,” nasehat Ibu.
“Ooh begitu, ya Bu?” Dodi mulai mengerti maksud Ibu.
“Iya. Nah, kalau begitu sekarang Dodi mandi, ya? Kalau Dodi sudah mandi, Dodi boleh main lagi,” kata Ibu lembut.
Dodi menurut dan dia segera pergi ke kamar mandi untuk mandi. Setelah selesai mandi dan berpakaian, Dodi pergi bermain lagi ke rumah Banu.
“Wah, kamu sudah mandi, Dod? Badanmu wangi sekali?” puji Banu pada Dodi.
“Iya dong. Selain wangi, aku juga jadi sehat,” sahut Dodi.
“Hah? Sehat? “ tanya Banu.
“Kalau kamu rajin mandi, tubuh kamu jadi sehat. Kuman penyakit tidak mau nempel. Itu kata Ibuku.”
“Tapi aku jarang sekali mandi. Hih! Airnya dingin.” Banu bergidik seperti sedang kedinginan. “Aku tidak suka air yang dingin. Aku juga tidak suka mandi,” lanjut Banu.
“Wah, tubuh kamu nanti bisa gatal-gatal loh, Ban,” sahut Dodi.
“Tapi aku enggak pernah gatal-gatal tuh. Nih, lihat?” Banu membuka kaosnya dan menunjukkan tubuhnya serta kedua tangan dan kakinya.
“Tapi tubuhmu bau sekali, Banu. Tuh, kuku jari tangan serta kakimu juga hitam. Banyak sekali kotoran di sana.” Dodi mengernyitkan hidungnya.
“Ah, itu sih sudah biasa, Dod.” timpal Banu.
Esok harinya, Dodi bermain lagi ke rumah Banu. Tapi ternyata Banu sedang sakit.
“Tante, Banu sakit apa?” tanya Dodi pada Tante Diah, Ibunya Banu.
“Dari tadi pagi Banu buang-buang air terus. Menurut Banu perutnya terasa mulas sekali dan tubuhnya terasa gatal-gatal,” ujar Tante Diah.
“Ooh. Sekarang Banu dimana Tante?”
“Ada di kamarnya. Coba saja kamu tengok ke dalam ya?”
Dodi mengangguk. Dodi lalu menemui Banu di kamarnya.
“Loh, Banu? Kamu sakit, ya?” tanya Dodi khawatir saat melihat keadaan Banu.
“Iya, Dod. Perutku mulas sekali. Dari tadi pagi aku terus-terusan buang air besar,” ujar Banu lemah.
“Kenapa bisa begitu?” tanya Dodi keheranan.
“Menurut Dokter yang memeriksaku tadi, di dalam perutku ada kumannya. Kuman itu datangnya dari tanganku ini. Tanganku kotor. Setiap kali aku akan makan aku tidak pernah membersihkannya dulu. Karena itu kuman-kumannya masuk ke dalam perutku.”
“Tapi kenapa tubuhmu juga memerah begitu?” tanya Dodi ketika melihat tubuh Banu yang memerah.
“Tubuhku juga terasa gatal-gatal, Dod. Sejak kemarin tubuhku mulai terasa gatal dan aku jadi sering menggaruk-garuknya. Akhirnya badanku jadi memerah begini. Menurut Dokter aku kena penyakit kulit. Ini juga akibat aku tidak rajin membersihkan tubuhku. Dokter menasehatiku agar aku harus rajin mandi dan membersihkan diri supaya tubuhku tetap sehat.”
“Wah, ternyata perkataan Ibu dan Dokter juga sama ya? Kalau tubuh kamu mau sehat harus rajin mandi. Untung aku menuruti perintah Ibu. Kalau tidak, mungkin aku akan sakit juga seperti kamu, Banu.”
“Mulai besok, aku juga akan rajin mandi seperti kata Dokter, Dod. Biar tubuhku tetap sehat dan kuat. Lalu kita bisa bermain bersama-sama lagi seperti biasa,” janji Banu.
“Nah, begitu dong! Selain sehat, tubuh Banu juga menjadi wangi seperti aku. Betulkan?” Dodi tertawa.
“Betul.” Banu setuju dan dia juga ikut tertawa.
“Karena itu kita harus rajin mandi agar semua kuman tidak mau menempel lagi. Ayo mandi!” seru Dodi penuh semangat.
“Ya. Ayo mandi!” seru Banu pula.
Mereka berdua pun tertawa bersama.